Langsung ke konten utama

Analisis Film Alangkah Lucunya (Negeri Ini), Pendidikan Penting VS Pendidikan Tidak Penting



Alangkah Lucunya (Negeri Ini) adalah film karya anak bangsa yang disutradari oleh Deddy Mizwar. Sutradara sekaligus artis profesional tersebut juga memerankan seorang tokoh Ayah dari pemain utama, yaitu Muluk. Muluk adalah tokoh utama yang diperankan oleh Reza Rahardian. Ayahnya bernama Makbul yang hanya menjadi seorang tukang jahit. Muluk adalah sarjana Manajemen yang belum mendapat pekerjaan dan sudah dua tahun menganggur. Teman menganggurnya yang lain adalah Samsul yang diperankan oleh Asrul Dahlan, sarjana Pendidikan yang hanya main catur dan gaple di Pos ronda. Pipit diperankan oleh Tika Bravani, juga teman dari Muluk yang hanya menganggur di rumah saja. Lebih sering mengikuti undian di televisi daripada sibuk mencari kerja. Muluk, Samsul, dan Pipit adalah tiga anak muda yang tersandung dalam permasalahan yang “lucu” di negeri ini.
Dalam film tersebut mengandung banyak pesan dan nilai-nilai yang disampaikan, baik tersurat maupun tersirat. Secara tersirat film tersebut menunjukkan adanya banyak permasalahan sosial yang terjadi di negeri ini, seperti pengangguran, kriminalitas, dan kemiskinan. Secara tersurat, dialog-dialog dalam film tersebut seakan menunjukkan adanya realita yang terjadi di negeri ini, seperti percakapan Pak Makbul yang mengatakan pendidikan itu penting, namun Haji Sarbini mengatakan bahwa pendidikan itu tidak penting.

 Mengapa pendidikan itu penting? atau mengapa pendidikan itu tidak penting? dua pertanyaan tersebut yang banyak dibahas dalam film tersebut. Pada intinya film tersebut ingin menyampaikan pesan sejauh mana pendidikan itu penting bagi seseorang. Jika pendidikan itu penting maka permasalahan seperti pengangguran, kemiskinan, dan kriminalitas bisa saja diatasi. Namun, mengapa sampai sekarang masalah itu masih saja ada? justru orang yang berpendidikan-lah yang menyebabkan permasalahan itu muncul dalam masyarakat. Muluk, Samsul dan Pipit adalah sarjana. Mereka adalah orang-orang berpendidikan, namun pada akhirnya hanya menjadi pengangguran yang sulit mencari kerja. Masalah “lucu” lainnya adalah adanya anak-anak kecil yang menjadi pencopet. Mereka tidak sekolah sama sekali, lebih sering mencopet daripada belajar, bahkan sebelumnya mereka tidak pernah belajar sama sekali. Mencopet yang mereka lakukan adalah bentuk kriminalitas. Aksi mencopet mereka telah dilakukan beberapa tahun, bahkan aksinya tersebut sudah terorganisir dengan baik. Ada copet pasar, copet angkot, dan copet mall. Para pencopet cilik itu diorganisir oleh seorang bos. Setiap kali mencopet mereka menyetorkan uangnya kepada bos mereka. Lebih mengherankan lagi ketika anak-anak ini melakukan aksi mencopet bukan karena paksaan namun mereka senang melakukannya.
Aksi si Bos yang menyuruh anak-anak kecil untuk mencopet adalah bentuk dari himpitan ekonomi, yaitu masalah kemiskinan yang dihadapinya. Kemiskinan membuat ia berbuat hal demikian, yaitu menyuruh anak-anak kecil untuk mencopet dan mendapatkan uang sehingga ia tidak perlu susah-susah bekerja. Anak-anak kecil yang menjadi pencopet tersebut, bukan karena himpitan ekonomi, namun, karena mereka tidak tahu bahwa mencopet itu salah, ketidaktahuan itu karena mereka tidak sekolah, tidak sekolah berarti mereka tidak berpendidikan. Pendidikan disini penting untuk menanamkan kepada mereka bahwa aksi mencopet itu tidak baik, bahkan mereka tidak tahu mana yang halal dan mana yang haram, baca dan tulispun mereka tidak bisa. Masalah tersebut menyebabakan bahwa pendidikan itu penting adanya, karena untuk membimbing seseorang ke arah yang benar dan membantu seseorang untuk memperbaiki sikapnya. Oleh karena itu, Muluk, Samsul, dan Pipit membantu memberikan pendidikan kepada anak-anak pencopet ini.  Masalah lain muncul ketika mereka dihadapakan pada realitas bahwa mereka butuh uang, namun uang yang mereka dapatkan adalah uang dari pencopet yang menurut agama uang tersebut haram. Akhirnya mereka memutuskan untuk memakai uang dari hasil mencopet anak-anak meskipun orang tua mereka tidak tahu. Muluk, Samsul, dan Pipit mereka adalah korban dari permasalahan di negeri ini yang menganggap pendidikan itu tdak penting, karena ijasah mereka tidak mampu membawa mereka pada pekerjaan yang layak. Namun, pada posisi ini, ketika mengajarkan pendidikan pada anak-anak, mereka harus menyampaikan bahwa pendidikan itu penting.
“pendidikan itu penting, kalau ada koneksi, kalau nggak ada percuma” kalimat tersebut yang dikatakan oleh Haji Sarbini, yang menganggap bahwa pendidikan itu tidak penting. Film tersebut menceritakan bahwa pendidikan itu penting jika seseorang mampu mendapatkan pekerjaan dengan mudah, sehingga ia tidak menganggur. Namun jika orang yang berpendidikan tapi menganggur, justru ada orang yang tidak berpendidikan mendapatkan pekerjaan, itu yang dinamakan pendidikan tidak penting. Cerita dalam film tersebut seperti mewakili kenyataan dalam masyarakat, bahwa apa yang dianggap oleh masyarakat dengan pendidikan penting itu adalah hanya untuk mencari pekerjaan. Mampu bekerja, berpenghasilan cukup dan hidup mapan. Itulah tujuan pendidikan orang-orang pada umumnya. Namun, ketika melihat kenyataan seperti anak-anak kecil yang tidak bersekolah, mereka memilih mencopet, tidak tahu benar dan salah, tidak bisa baca tulis. Mereka tidak berpendidikan, yang menyebabkan mereka miskin dan melakukan aksi kriminalitas. Disinilah sebenarnya pentingnya pendidikan, yaitu untuk mengarahkan seseorang ke jalan yang benar, untuk membantu seseorang merubah sikap mereka menjadi lebih baik. Sehingga mereka dapat memperbaiki hidupnya untuk masa depan yang lebih baik. Karena pentingnya pendidikan bukan hanya sekedar untuk mencari pekerjaan, namun bagaimana seseorang itu mampu berkarakter baik karena ia berpendidikan. Jika hanya memikirkan pekerjaan, para koruptor adalah orang-orang yang sekolah, namun setelah mendapat pekerjaan mereka melakukan korupsi itu sama saja dengan orang yang tidak berpendidikan.
Film ini menceritakan bahwa permasalahan sosial yang terjadi, berupa pengangguran, kemiskinan, dan kriminalitas terjadi karena pendidikan yang belum termaknai dengan baik. Selain itu, menyadarkan kembali pada kita bahwa diluar sana masih banyak terjadi masalah-masalah sosial yang belum ditangani dengan baik oleh pemerintah. Akan lebih baik jika kita mampu menyelesaikan permasalahan tersebut dengan tangan kita sendiri.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

LAPORAN OBSERVASI TAMAN PINTAR

A.     DESKRIPSI TAMAN PINTAR 1.       Sejarah Taman Pintar Taman Pintar merupakan obyek wisata pendidikan keluarga di Kota Yogyakarta yang menawarkan wahana belajar sekaligus rekreasi yang komplit untuk anak-anak, mulai dari usia pra sekolah hingga tingkat sekolah menengah. Rentang usia kelompok sasaran ini dipilih karena dipandang sebagai generasi penerus bangsa yang potensial untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek). Di dalam taman yang digagas oleh Wali Kota Yogyakarta, Herry Zudianto, SE.Akt, MM, dan dibangun di atas lahan seluas 12.000 meter persegi ini, terdapat enam zona dengan bermacam wahana bermain dan belajar yang disertai alat peraga iptek. Begitu memasuki kawasan ini, pengunjung dapat langsung menyaksikan dan mencoba hasil karya inovasi teknologi dan permainan dari pelbagai wahana tersebut. Di Indonesia, terbentuknya taman semacam ini diawali dengan berdirinya pusat peragaan iptek yang berlokasi di Taman M...

perubahan Sosial Budaya di Terminal Giwangan

Perubahan sosial adalah suatu keadaan yang berbeda dari keadaan awal dan sesudahnya peristiwa itu terjadi. Karena ada tiga indikator yaitu: faktor penyebab, proses, dan dampak. Terminal giwangan adalah salah satu contoh penyebab adanya perubahan sosial di daerah Yogyakarta, khususnya masyarakat Giwangan sendiri.

Bas, Bis, Bus (kisah klasik untuk Penumpang )

Ada yang pernah naik bus? Pasti hampir semuanya pernah dong, tapi pasti ada juga yang belum, walaupun yg belum ini cuma beberapa aja. Tempat yang aku tinggal saat ini, namanya adalah Yogyakarta. Ada kendaraan umum dengan tarif yang murah mengantarkan kita kemana aja walaupun jalannya kadang juga muter-muter, namanya trans jogja disingkat teje. Temanku yang asli jogja, hampir belum pernah naik teje. Maklum sih, dia kemana-kemana naik motor. Beda sama aku, yang belum ada motor, jadi kendaraan umum seperti bis adalah sahabat setiaku yang menemani kemanapun aku pergi. Bukan cerita tentang sejarah bus, macam-macam bus, atau bukan juga tentang daftar nama bus beserta nama sopir dan kondekturnya. Tekadang orang yang naik bis itu tidak meyadari apa yang terjadi di dalam bis. Penumpang hanya naik, diam sepanjang perjalanan, membayar pada kondektur, udah sampai tujuan turun dan urusan selesai. Sebenarnya kalau mau sedikit memperhatikan ada beberapa hal menarik yang terjadi dalam bis.