Rindu memang tak tahu waktu. Bahkan disaat aku ingin marah padanya, aku ingin menjauh darinya, aku tidak ingin berbicara dan tidak ingin melihatnya lagi. Rindu tiba-tiba datang. Bahkan rasanya aku lebih marah pada diriku sendiri. Tidak bisa membenci ia yg sudah menyakitiku berkali-kali. Aku paham betul, hatinya belum terpaut padaku, tp aku dengan bodohnya bertahan memilih diam dan tersenyum melihat semua tingkahnya. Tak seharusnya aku begini, tapi rindu ini terlalu kuat untuk didiamkan. Tapi dia tak pernah memahami ini. Rasanya berjuang, rasanya bertahan menjadi yang paling sering dijadikan pelampiasannya, tapi aku tetap berdiri untuknya bukan memilih pergi. Ah, bodoh. Jika memang ini buta, aku butuh cahaya.
Sebuah jurnal perjalanan yang penuh warna